Jumat, 17 Januari 2014

Antologi Puisi Mei - Jejer Wadon




Yang Hilang di Kalender Mei
                                    : Untuk yang hilang                   
                        /I/                 
Lagunya kembang api  yang terdengar
sampai di muara. Aku menghulu sungai batu
larut karam di arusmu
Deburnya menghadang jalan pulang
yang menghadap kematian
Berkali-kali ia merasai mati dalam dirinya,
Namun berkali-kali ia disepuhkan
dari kebangkitan yang seolah abadi.
                        /II/
Dawainya bergetar penuh di rongga udara
Aku pemimpi yang menyimak debarmu di ufuk pagi
Masih kudengar suaramu api,
menyadap matahari
Dengan sepasang suluh di dua tangan,
diserahkannya jantung pada kehidupan
                        /III/
Serambi mencatat namanya di serumpun padi.
Menyeru, dan menjadikannya kelambu
bagi layar kapal dan perahu

Namun karangmu,
yang tertambat di tepi laut biru,
mengapung ke tepi zirah bajumu,
adalah panji bagi perang suci,
adalah unggun di dermaga sunyi
                        /IV/
Dia larik kata,
yang berlari ke kaki matahari,
lalu mulai membakar
Ia lentera,
Ketika padam menjelma diam panjang
di kerongkongan,
Ia pedang,
pada perang yang terus ia daki
di nisan kuburnya sendiri
Ia parang,
dari racun yang membuta,
dan mengurai penawarnya di kelam gulita
                        /V/
Angin gurun yang mengalir di dua telapakmu,
telah menangkap deru matahari
yang bergolak di sepanjang Mei
Aku lidah api
yang meruam di sudut mesiu
Menggasing mencari-cari
detak jantung yang tertinggal
di merah namamu
                                    Surakarta, 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar